Geopark Kaldera Toba, Satika Simamora: Mari ‘Martondi’-kan Tenunmu, Walau Harus Berdarah-darah

Satika Simamora, wanita yang kerap menggunakan pakaian tenunan khas Tapanuli Utara. Ia pula yang kembali mengenalkan tenun khas Tapanuli Utara.

topmetro.news – Matahari tampak tak begitu bersahabat, ketika istri Bupati Tapanuli Utara turun dan menyapa masyarakatnya. Adalah Satika Simamora, wanita yang kerap menggunakan pakaian tenunan khas Tapanuli Utara. Ia pula yang kembali mengenalkan tenun khas Tapanuli Utara.

Hari itu, Sabtu (4/2/2023), didampingi para penenun di Desa Hutanagodang, Kecamatan Muara, Satika memulai kisahnya.

Fashion

Satika di depan ratusan pengurus Serikat Media Siber Indonesia dari seluruh Indonesia, menceritakan pengalaman untuk mengubah tenun dari budaya menjadi fashion. Sungguh berat tantangan yang dihadapinya dan hingga hari ini pun dia tidak berhenti untuk terus mengenalkan tenun Tapanuli Utara.

“Awal-awal dahulu saya selalu ditentang dan ditolak oleh para penenun. Bahkan ketika saya turun ke lapangan pun, saya hanya dianggap mencari nama saja, tanpa direspon,” ungkap istri Nikson Nababan ini.

Ketika menceritakan kisahnya, Satika mengatakan pasca-penolakan para penenun, seorang guru yang juga ternyata penenun, mendatanginya.

“Guru itu membawakan saya beberapa buah kain tenun khas Tapanuli Utara. Ia mengatakan, banyak penenun yang enggan berkontribusi dengan idenya karena permasalahan benang. Dulu benang yang dipakai itu benang-benang impor yang kasar, sehingga ketika dijadikan baju, jas ataupun pakaian, pemakainya tidak nyaman,” celotehnya.

Kurang lebih sembilan tahun Satika terus bergerak bersama para penenun tenun ikat di berbagai kawasan di Tapanuli Utara.

Perjuangannya selama kurang lebih sembilan tahun pun kini sudah membuahkan hasil. Tenun khas Tapanuli Utara kini sudah terkenal secara luas. Bahkan sudah berulang kali mendapatkan juara di tingkat nasional.

“Tenun Tapanuli Utara ini sudah beberapa kali mendapatkan juara satu nasional. Bahkan sekarang para penenun kita di Desa Hutanagodang ini kewalahan menerima banyaknya pesanan. Bayangkan saja, satu tenun saja itu memakan waktu kurang lebih satu bulan,” jelasnya.

Satika juga menceritakan ia selalu terus belajar dan belajar untuk mengenalkan kain tenun khas Tapanuli Utara ini. Bahkan Satika juga selalu berkata, “Mari ‘martondi’-kan kain tenun khas Tapanuli Utara.”

“Saya selalu berkata, ‘martondi’-kan tenunmu. Maksudnya beri nafas tenunmu. Jangan malu terhadap tenun khas Tapanuli Utara ini. Karena kalau kita sendiri malu dengan kain tenun khas kita sendiri, bagaimana orang lain mau memakainya,” tuturnya.

Warisan

Ungkapan Satika ini pun langsung diaminkan oleh salah seorang penenun ikat di Desa Hutanagodang. Herda Sitompul, salah satunya.

Ia mengatakan mewarisi keahlian menenun dari ibunya sejak enam tahun yang lalu. Bahkan kini, Herda pun bisa mengerjakan satu lain tenun ikat dengan durasi satu bulan. Yakni, mulai dari memisahkan benang (mengani) hingga membuat motif.

“Lama waktunya kira-kira satu bulan sampai satu bulan setengah. Proses untuk memisahkan benang itu yang memakan waktu yang lama. Namun untuk merangkai motifnya kurang lebih satu minggu,” ungkap Herda.

Herda juga mengatakan, Satika Simamora tidak hanya mengenalkan kain tenun. “Namun beliau juga turut menyediakan bahan baku serta memasarkan lain tenun Tapanuli Utara,” sebutnya.

“Bangga, kini kain tenun ikat Tapanuli Utara sudah terkenal luas. Puji Tuhan semoga apa yang dilakukan oleh Ibu Bupati ini bisa terus membuat Tapanuli Utara menjadi lebih maju lagi,” ungkap Herda.

reporter | Jeffry Barata Lubis

Related posts

Leave a Comment